Minggu, 14 Oktober 2007

KONSEP MILENIUM :
TINJAUAN ALKITABIAH TERHADAP WAHYU 20:1-6



DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan dan Ruang Lingkup
C. Definisi Milenium
II. KONSEP MILENIUM DALAM APOKALIPTISISME YAHUDI
III. AMILENIALISME
A. Kilasan Singkat tentang Amilenialisme
B. Penafsiran Amilenialisme terhadap Wahyu 20:1-6
IV. PREMILENIALISME
A. Kilasan Singkat tentang Premilenialisme
B. Penafsiran Premilenialisme terhadap Wahyu 20:1-6
V. EVALUASI DAN TANGGAPAN
A. Evaluasi terhadap Kedua Pandangan
B. Pandangan Alternatif: Kerajaan Milenium sebagai Keadaan Akhir Orang-Orang Percaya di dalam Langit dan Bumi yang Baru
VI. KESIMPULAN DAN RELEVANSI MILENIUM
A. Kesimpulan
B. Relevansi Milenium untuk Gereja pada saat ini


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seorang ahli perjanjian baru pernah berkata bahwa salah satu perikop yang paling problematik tidak hanya di dalam kitab Wahyu tetapi juga di dalam seluruh Perjanjian Baru adalah Wahyu 20:1-6. Memang sampai hari ini orang-orang Kristen tidak pernah sepakat mengenai konsep milenium atau kerajaan seribu tahun (selanjutnya disebut milenium). Kekisruhan mengenai kerajaan milenium ini muncul kembali menjelang tahun 2000 (milenium ketiga). Ada sebagian orang-orang Kristen yang memiliki keyakinan bahwa tahun 2000 adalah tahun di mana Kristus akan datang kembali dan memulai kerajaan milenium di bumi ini. Keyakinan mereka ini didasarkan pada 2 premis: pertama, Allah menciptakan dunia ini selama 6 hari dan pada hari yang ke-7 Ia beristirahat; kedua, bagi Allah 1 hari sama dengan 1000 tahun (bdk. 2Ptr. 3:8; Mzm. 90:4). Maka, mereka menghitung sejarah dunia ini sejak Adam sampai Kristus berjangka waktu 4000 tahun, dan dari Kristus ke tahun 2000 masehi berjangka waktu 2000 tahun sehingga totalnya 6000 tahun. Sebab itu, mereka meyakini bahwa pada akhir tahun 2000, Kristus akan datang kembali dan memulai kerajaan milenium.

Tujuan dan Ruang Lingkup
Dengan latar belakang di atas, paper ini dibuat dengan tujuan: pertama, membahas dan mengevaluasi 2 pandangan mayoritas tentang milenium yang ada sekarang yaitu premilenialisme dan amilenialisme; kedua, menawarkan pandangan alternatif berdasarkan milieu kitab Wahyu di tengah-tengah apokaliptisisme dan eskatologi Yahudi pada abad pertama; dan ketiga, mengajak pembaca merenungkan bersama apa signifikansi milenium bagi orang-orang percaya pada saat ini.
Mengenai ruang lingkup, paper ini hanya membahas 2 pandangan mayoritas mengenai milenium yang ada pada saat ini, yaitu premilenialisme dan amilenialisme. Pembahasan yang dipaparkan pun tidak bersifat komprehensif (memaparkan semua aspek yang ada) melainkan terfokus pada eksegesis dan penafsiran masing-masing pandangan terhadap Wahyu 20:1-6. Penggalian terhadap Wahyu 20:1-6 difokuskan pada 5 hal yang menjadi titik permasalahan, yaitu: pertama, hubungan antara pasal 19 dengan pasal 20; kedua, sifat pengikatan Setan; ketiga, lokasi berlangsungnya kerajaan milenium; keempat, siapakah orang-orang yang memerintah bersama Kristus; dan kelima, tentang 2 macam kebangkitan. Pemaparan tentang premilenialisme juga tidak dibedakan antara premilenialisme historis dan premilenialisme dispensasional, melainkan bersifat umum.

Definisi Milenium
Kata millennium (Ing.) berasal dari 2 kata bahasa Latin, mille yang berarti seribu dan annus yang berarti tahun. Kata ini dipakai dalam pengertian periode waktu seribu tahun, yang mengacu kepada Wahyu 20:1-6. Kata bahasa Yunani yang dipakai dalam perikop tersebut adalah ciliaj. Dari kata inilah muncul ajaran atau doktrin tentang kerajaan milenium. Milenialisme atau chiliasm adalah kepercayaan kepada kerajaan mesianik yang sementara dan berlangsung di bumi akan terealisasi suatu saat di masa yang akan datang. Sementara artinya meskipun berlangsung dalam periode waktu yang panjang, kerajaan itu tidak dianggap keadaan ultimat. Berlangsung di bumi artinya kerajaan itu akan berlangsung di bumi dengan Yerusalem sebagai pusatnya. Mesianik artinya ada satu individu, sang Juruselamat, yang berperan sentral di dalam terwujudnya dan berlangsungnya kerajaan itu.

KONSEP MILENIUM DALAM APOKALIPTISISME YAHUDI
Kitab Wahyu tergolong dalam jenis sastra apokaliptik. Kata “apokaliptik” berasal dari kata bahasa Yunani avpokalupsij yang berasal dari kata kerja avpokaluptw yang artinya membuka selubung atau menyingkapkan suatu rahasia. Kitab-kitab dalam Alkitab yang di dalamnya terdapat sastra apokaliptik di antaranya adalah Daniel, Yehezkiel, Zakharia dan Wahyu. Istilah literatur apokaliptik dipakai mengacu kepada bentuk atau gaya penulisan yang bercirikan apokaliptik sedangkan apokaliptisisme adalah istilah yang mengacu kepada cara pandang apokaliptik yang mendominasi orang-orang Yahudi dari abad ke-2 SM hingga abad ke-2 M (biasanya disebut Second Temple Judaisme, orang-orang Yahudi yang hidup pada jaman Bait Suci yang kedua). Apokaliptisisme berpusat pada pengharapan orang Yahudi akan intervensi segera dari Allah ke dalam sejarah manusia di dalam cara yang pasti dan tegas untuk menyelamatkan umat--Nya dan menghukum musuh-musuh mereka dengan menghancurkan tatanan dunia (kosmos) berdosa yang ada sekarang dan dengan merestorasi atau menciptakan ulang kosmos itu di dalam kesempurnaan yang murni. Wawasan dunia (worldview) ini muncul ketika bangsa Yahudi mengalami krisis politik dan sosial yang berat akibat penjajahan sehingga fokus pandangan mereka berubah dari melihat realita di depan mata menjadi melihat realita ilahi yang tidak terlihat karena pesimis dengan keadaan mereka yang tertindas sehingga mereka hanya berharap kepada intervensi Allah.
Skenario eskatologi apokaliptisisme berpusat pada kepercayaan bahwa tatanan dunia yang sekarang—yang jahat dan bersifat menindas—ada di bawah kendali sementara dari Setan dan manusia-manusia yang menjadi antek-anteknya. Tatanan dunia yang sekarang akan segera dihancurkan oleh Allah dan digantikan dengan tatanan dunia yang baru dan sempurna seperti di Eden. Selama hidup di dunia yang jahat ini, umat Allah adalah kaum minoritas tertindas yang dengan antusias menantikan intervensi Allah atau melalui perantaraan Mesias. Transisi dari era jaman yang lama ke era jaman yang baru akan ditandai dengan serangkaian pertempuran akhir antara umat Allah dengan manusia-manusia sekutu Setan. Hasilnya, musuh-musuh Allah akan dikalahkan dan dihancurkan. Inaugurasi jaman yang baru akan dimulai dengan kedatangan Allah atau Mesias yang ditunjuk-Nya untuk menghakimi orang-orang jahat dan memberi upah kepada orang-orang benar dan akan diakhiri dengan penciptaan atau transformasi alam semesta.
Mengenai konsep kerajaan Mesianik, di dalam tradisi apokaliptik Yahudi sendiri ada 2 pendapat. Ada yang berpendapat kerajaan Mesianik dimulai langsung ketika hadirnya kerajaan Allah yang kekal. Tetapi ada yang berpendapat kerajaan Mesianik bersifat sementara waktu dan akan diikuti dengan kerajaan Allah yang kekal. Ada yang berpendapat kerajaan Mesianik ini bersifat fisik tetapi ada pula yang berpendapat kerajaan ini bersifat surgawi. Konsep kerajaan Mesianik yang bersifat sementara waktu berfungsi sebagai kerajaan transisi antara era jaman sekarang dengan era jaman yang akan datang. Menurut pandangan ini, kerajaan Allah lebih sentral dan lebih penting dibandingkan kerajaan Mesianik. Dengan demikian, kerajaan Mesianik yang transisional ini berfungsi sebagai antisipasi akan keadaan teokrasi kekal dan sempurna yang baru akan eksis ketika kondisi yang sekarang direstorasi selamanya.

AMILENIALISME
Kilasan Singkat tentang Amilenialisme
Istilah amilenialisme bukan berarti menunjukkan orang amilenialisme tidak menerima adalah kerajaan milenium. Amilenialisme dimengerti sebagai kedatangan Kristus yang kedua tanpa adanya milenium. Orang amilenialisme tidak mempercayai adanya kerajaan milenium secara harafiah yang mengikuti kedatangan Kristus yang kedua. Namun mereka percaya bahwa milenium itu sudah terjadi/terwujud dari sejak kedatangan Kristus yang pertama hingga kedatangan Kristus yang kedua. Mereka menafsirkan milenium sebagai pemerintahan oleh jiwa orang-orang percaya yang telah meninggal dan yang sekarang ini ada dalam masa antara (intermediate state) yaitu sedang bersama-sama Kristus di sorga. Amilenialis percaya bahwa Kerajaan Allah sekarang ini telah hadir di dalam dunia dalam wujud pemerintahan Kristus atas umat--Nya melalui firman dan Roh Kudus. Namun, pada saat yang sama, orang-orang amilenialis juga sedang menantikan penyempurnaan Kerajaan Allah di masa yang akan datang, di dalam bumi yang baru. Sama seperti premilenialis, amilenialis juga percaya bahwa sebelum kedatangan Kristus yang kedua akan terjadi: penyebaran Injil ke seluruh bangsa, kesusahan dan murtad serta munculnya Antikristus. Pada saat Kristus datang kembali, akan terjadi kebangkitan umum, baik orang-orang percaya maupun tidak percaya.
Penafsiran Amilenialisme terhadap Wahyu 20:1-6
Untuk metode penafsiran kaum amilenialisme, diwakili oleh G. K. Beale di dalam tafsiran kitab Wahyunya. Beale setuju dengan sistem penafsiran kitab Wahyu yang digunakan oleh Hendriksen, yaitu pendekatan paralelisme progresif yang membagi kitab Wahyu dalam tujuh bagian yang bersifat paralel satu sama lain. Tiap-tiap paralel menggambarkan tentang sejarah gereja dan dunia mulai dari kedatangan Kristus yang pertama hingga kedatangan--Nya yang kedua. Dengan demikian ada rekapitulasi (pengulangan) di dalam setiap bagian yang paralel tersebut. Ketujuh bagian tersebut adalah: pasal 1-3, 4-7, 8-11, 12-14, 15-16, 17-19, dan 20-22. Berdasarkan konsep rekapitulasi di atas maka 20:1 tidak menggambarkan peristiwa yang akan mengikuti kedatangan Kristus yang kedua melainkan membawa perjalanan sejarah kembali ke permulaan era PB yaitu kedatangan Kristus yang pertama. Pasal 20:1-3 menggambarkan kekalahan Iblis pada saat kedatangan Kristus yang pertama. Pasal 20:11-15 menggambarkan penghakiman terakhir yang diikuti langsung dengan kedatangan Kristus yang kedua dan hadirnya bumi yang baru (pasal 21-22; bdk. Mat. 16:27; 25:31-32; 2Tes. 1:7-10; Yud. 14-15). Dengan penafsiran demikian maka kerajaan milenium yang digambarkan dalam Wahyu 20:4-6 adalah masa yang berlangsung setelah kedatangan Kristus yang pertama dan sebelum kedatangan Kristus yang kedua. Untuk mendukung rekapitulasi ini, Beale mengajukan argumentasi bahwa kata kerja kai yang terdapat di awal 20:1 bukanlah kata penghubung yang mengindikasikan kesinambungan historis dengan pasal 19 melainkan hanya sebagai transisi antara satu visi dengan visi berikutnya (sarana penghubung visi).
Beale berpendepat bahwa kerajaan milenium terjadi di surga dengan alasan adalah bahwa dari 46 kali penggunaan kata “tahta” (Yun. qronoj) dalam kitab Wahyu, 42 kali penggunaannya dengan jelas mengacu kepada sorga (meskipun di dalam 22:1, 3 mengacu kepada langit dan bumi yang baru). Untuk mendukung lokasi di sorga ini, kaum amilenialis membandingkan 20:4b dengan 6:9 yang menggambarkan jiwa-jiwa para martir itu ada di bawah mezbah di sorga.
Mengenai pengikatan Setan, Beale berpendapat itu bukanlah berarti membatasi seluruh aktivitas Setan tetapi menunjukkan kedaulatan Kristus—yang telah mati dan bangkit—atas Setan. Beale menafsir kata “kunci” di 20:1 sama dengan di 1:18 yaitu mengkonotasikan kedaulatan Kristus atas alam maut. Setan tidak lagi punya otoritas atas alam maut. Kata “melemparkan” (evkballw) bukan berarti membatasi Setan dalam segala hal melainkan adalah menjaga Setan supaya tidak lagi mencegah segala bangsa untuk dibawa kepada Kristus (bdk. Yoh. 12:31-32). Pemeteraian berarti memiliki otoritas atas sesuatu. Beale membandingkannya dengan meterai Allah pada orang-orang percaya yang berarti perlindungan atau jaminan keselamatan atas orang percaya sebab meterai itu tidak melindungi mereka dari segala macam penderitaan dan penganiayaan. Menurut Beale, peristiwa diikat dan dibuangnya Setan ke dalam jurang maut telah terjadi pada peristiwa kebangkitan Kristus. Pengikatan Setan di sini berarti Setan dibatasi hanya dalam hal menghalangi bangsa-bangsa percaya kepada Kristus tetapi aktivitas kejahatan lainnya tetap berlanjut. Tetapi, pada akhir jaman (yaitu setelah berakhirnya kerajaan milenium) Setan akan dilepaskan dan dengan penuh kemarahan mengumpulkan bangsa-bangsa fasik untuk melakukan serangan gencar terhadap gereja (Beale membandingkannya dengan 2Tes. 2:6-12). Untuk lebih memantapkan argumentasinya bahwa Setan masih beraktivitas di bumi, Beale mengajukan konsep bahwa “surga” dan “jurang maut” tidak bisa diartikan secara spasial terpisah dari bumi melainkan suatu dimensi rohani yang ada bersebelahan atau ada di tengah-tengah bumi ini (dimensi sorgawi dapat dilihat di 2Raj. 6:15-17 dan dimensi Satanik di Ef. 6:10-17; 2Kor. 10:3-5).
Mengenai siapakah yang duduk di atas tahta, Beale lebih memilih bahwa mereka adalah orang-orang percaya yang dimuliakan bersama para malaikat dan tua-tua (4:4; 11:16) karena sama-sama dikatakan duduk di atas tahta. Menurut Beale, karena dikombinasikan dengan kata “dipenggal” maka kata “jiwa” (yuch) harus dibedakan dari tubuh. Sebab jika tidak maka ayat 4b akan menggambarkan sesuatu yang aneh, “tubuh-tubuh dari mereka yang telah dipenggal”. Jika dikaitkan dengan keberadaan tahta yang ada di sorga dan bukan di bumi maka jiwa-jiwa ini adalah jiwa-jiwa kekal dari orang-orang percaya yang tidak ikut mati bersama tubuh mereka setelah dipenggal (disembodied soul). Bagi Beale, para martir ini adalah figur yang merepresentasikan semua orang percaya atau gereja, sedangkan “orang-orang mati” di ayat 5 merepresentasikan orang-orang tidak percaya yang akan dibangkitkan pada akhir jaman. Mengenai kata kerja “hidup kembali” (Yun. evzhsan), Beale berpandangan sama seperti Witherington yang mengartikannya sebagai aorist ingresif yang diterjemahkan “came to life” dengan mengacu kepada 2:8, 13:14, Lukas 15:32 dan Roma 14:9.
Mengenai masalah 2 kebangkitan, Beale berpendapat seperti kaum amilenialis lainnya yaitu kebangkitan pertama bersifat rohani (yaitu jiwa orang-orang percaya yang meninggal dibawa ke sorga untuk memerintah bersama Kristus dalam masa antara) dan kebangkitan kedua bersifat literal (yaitu kebangkitan orang mati secara fisik). Beale berpendapat kata zaw (bentuk dasar dari kata evzhsan, “hidup kembali” di 4c) selain mengacu kepada kebangkitan fisik (1:18; 2:8) dan eksistensi secara fisik (16:3; 19:20) juga memiliki konotasi figuratif yaitu eksistensi secara rohani (3:1; dan mungkin juga 7:17; 13:14). Lebih lanjut, Beale menyelidiki seluruh PB mengenai penggunaan bersamaan dari dua kata avnastasij (“kebangkitan” di 20:5-6) dan zaw (atau yang serumpun, zwh), dan ia menemukan bahwa kedua kata itu dapat digunakan secara bergantian baik untuk kebangkitan spiritual maupun kebangkitan fisik di dalam konteks dekat yang sama (bdk. Rm. 6:4-13; Yoh. 5:24-29). Dari hasil penyelidikan ini, Beale menyimpulkan bahwa kedua kata itu dapat memiliki makna ganda di dalam konteks yang sama. Untuk mendukung perbedaan natur kedua kebangkitan ini, Beale mengutip analisis Kline yaitu: karena “kematian kedua” di ayat 6 (kematian rohani dari orang-orang tidak percaya) berbeda natur dengan kematian pertama orang-orang percaya (kematian secara fisik sebagai martir) maka adalah masuk akal jika kebangkitan pertama (ay. 4b, kebangkitan orang-orang percaya yang bersifat rohani) berbeda dengan kebangkitan kedua (ay. 5, kebangkitan orang-orang tidak percaya yang bersifat fisik).

PREMILENIALISME
Kilasan Singkat tentang Premilenialisme
Premilenialisme adalah pandangan yang percaya bahwa kedatangan Kristus yang kedua akan terjadi sebelum milenium. Mereka percaya bahwa Kristus secara kasat mata akan memerintah di bumi ini selama seribu tahun bersama orang-orang percaya. Menurut mereka sejumlah peristiwa akan mendahului kedatangan Kristus yang kedua: penginjilan kepada bangsa-bangsa, masa kesusahan, murtad atau pemberontakan yang hebat dan munculnya Antikristus. Gereja harus melewati semua kesusahan ini.
Kedatangan Kristus yang kedua tidak akan terjadi dalam dua tahap melainkan hanya satu peristiwa saja. Ketika Kristus datang kembali, orang-orang percaya yang telah mati akan dibangkitkan dan orang-orang percaya yang masih hidup akan diubahkan, dan setelah itu kedua kelompok orang percaya ini akan diangkat bersama-sama untuk bertemu dengan Tuhan di awan-awan. Setelah perjumpaan ini, orang-orang percaya akan mendampingi Kristus turuh ke bumi. Setelah Kristus turun ke bumi, Antikristus akan dibinasakan. Pada masa ini atau sebelumnya sejumlah besar orang Yahudi akan bertobat percaya kepada Kristus dan mereka akan dikumpulkan bersama orang-orang percaya non-Yahudi dan akan memerintah bersama-sama dengan Kristus. Dosa dan kematian masih tetap ada. Kejahatan akan sangat dibatasi dan kebenaran akan menguasai seluruh bumi. Ini adalah zaman yang penuh kedamaian, keadilan dan kemakmuran.
Menjelang milenium berakhir, Iblis yang selama ini diikat akan dilepaskan lagi dan kembali menyesatkan bangsa-bangsa. Iblis akan mengumpulkan orang-orang fasik untuk menyerang kemah orang-orang kudus. Namun api akan turun dari sorga atas orang-orang durhaka dan Iblis akan dicampakkan ke dalam lautan api. Di akhir milenium akan terjadi kebangkitan orang-orang yang tidak percaya. Hal ini kemudian diikuti oleh penghakiman. Mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan akan masuk ke dalam kehidupan kekal, sedangkan mereka yang namanya tidak tercantum dalam kitab tersebut akan dilemparkan ke dalam lautan api. Setelah semuanya itu, semua umat manusia akan masuk ke dalam keadaan akhir: orang-orang tidak percaya menjalani penghukuman kekal di neraka sedangkan orang-orang percaya akan hidup selama-lamanya di langit dan bumi yang baru yang telah disucikan dari segala kejahatan.

Penafsiran Premilenialisme terhadap Wahyu 20:1-6
Untuk metode penafsiran kaum premilenialisme diwakili oleh Ben Witherington III di dalam tafsiran kitab Wahyunya (lihat catatan kaki no. 1). Witherington melihat ada kesinambungan antara pasal 19 dengan pasal 20. Pasal 19:11-21:8 adalah satu kesatuan literer. Alasannya: pertama, di dalam bagian ini Yohanes ingin memparalelkan antara dua kota besar: Roma dan Yerusalem baru ; kedua, bagian ini memperlihatkan satu kesatuan skenario yang berurutan secara kronologis dan logis yaitu dimulai dari penghakiman dan kesusahan besar yang membawa kepada milenium yang diikuti dengan penghakiman akhir terhadap binatang itu, nabi-nabi palsu dan Setan dan kemudian pada akhirnya muncul langit dan bumi yang baru ; ketiga, ada satu kesatuan unit penglihatan yang terdiri dari 7 visi yang diawali dengan kalimat kai eivdon (“Dan aku melihat”, 19:11-16, 17-18, 19-21; 20:1-3, 4-10, 11-15; 21:1-8).
Kaum premilenialis beranggapan kerajaan seribu tahun terjadi kasat mata di bumi dan bukan di sorga. Argumentasi yang Witherington berikan adalah : pertama, pengikatan Setan terjadi di bumi. Malaikat yang ditugaskan mengikat Setan dikatakan “turun dari sorga”. Di bagian sebelumnya (12:8-9) dikatakan bahwa Setan telah dilemparkan ke bumi. Dan tujuan dari pengikatan Setan adalah “supaya ia jangan menyesatkan bangsa-bangsa.” Ketiga hal ini menunjukkan bahwa pengikatan setan terjadi bukan di sorga melainkan di bumi. Kedua, frase “mereka memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus” (4c) dan “mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia” (6b) memiliki kaitan atau paralel yang erat dengan 5:10 yang mengatakan, “mereka menjadi suatu kerajaan dan menjadi imam-iman bagi Allah, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.” Perhatikan kata “di bumi” yang menunjukkan bahwa pemerintahan Kristus bersama orang-orang percaya itu terjadi di bumi. Fakta ini juga didukung oleh 11:15-17 yang mengatakan bahwa pemerintahan dunia ini telah diambil alih oleh pemerintahan Allah dan Kristus dan bahwa hal ini akan diikuti dengan bertahtanya Allah sebagai raja selama-lamanya di bumi. Di dalam 11:18 dikatakan bahwa pemerintahan Allah ini dihubungkan dengan penghakiman terakhir atas bangsa-bangsa dan juga pemberian upah kepada hamba-hamba Allah, sama seperti yang dikatakan dalam 20:1-4. Yohanes sepertinya percaya bahwa ada satu titik di masa yang akan datang ketika pemerintahan kerajaan dunia ini akan menjadi kerajaan Allah.
Mengenai pengikatan Setan, Witherington mengatakan bahwa Yohanes menggunakan kata-kata kerja yang kuat untuk mendeskripsikan tindakan malaikat yang mengikat Setan itu: ia menangkapnya, mengikatnya selama seribu tahun, melemparkannya ke dalam jurang maut, menutup jurang maut itu dan memeteraikannya. Penggambaran ini ingin menunjukkan bahwa Setan benar-benar disingkirkan dari bumi ini, tidak bisa berkutik lagi, tidak bisa melakukan penyesatan lagi. Tujuan dari pengikatan ini bersifat preventif bukan punitif (menghukum) yaitu supaya tidak menyesatkan siapapun.
Mengenai siapakah orang-orang yang duduk di atas tahta memerintah bersama Kristus, Witherington berpendapat mereka bukanlah tua-tua atau gabungan orang-orang percaya bersama tua-tua dan malaikat melainkan hanya orang-orang percaya saja (termasuk di dalamnya para martir). Alasannya adalah pertama, di dalam kitab Wahyu, tua-tua tidak pernah digambarkan sedang menghakimi tetapi hanya menyembah dan memuji; kedua, orang-orang ini dikatakan hidup kembali. Menurutnya, frase “orang-orang” di 4a mengacu kepada sekelompok besar orang-orang percaya secara umum sedangkan frase “jiwa-jiwa mereka yang telah dipenggal” mengacu kepada sekelompok kecil para martir yang termasuk di dalam kelompok besar di atas. Witherington menafsir kata “jiwa” (yuch) sebagai berikut: pertama, Yohanes menggunakan kata ini untuk menggambarkan kondisi para martir ini sebelum dibangkitkan dari kematian ; kedua, kata “jiwa” di sini bukan berarti jiwa-jiwa kekal yang tidak ikut mati bersama tubuh setelah kematian (disembodied soul) melainkan mengacu kepada hayat atau nyawa (bdk. 12:11 “mereka tidak mengasihi nyawa mereka”; lihat juga 8:9; 12:11; 16:3; 18:13) . Hoehner, mengutip Deere, mengatakan bahwa “jiwa” dalam PB dapat berarti seluruh keberadaan diri seseorang (bdk. Kis. 2:41, 43; 3:23). Mengenai frase “hidup kembali” (Yun. evzhsan) mereka menafsirkannya sebagai kebangkitan dari kematian (aorist ingresif, “came to life”) dengan alasan karena konteks terjadinya kerajaan seribu tahun adalah di bumi. Hoehner juga mendukung hal ini dengan mengatakan bahwa dari 12 kali penggunaan kata kerja zaw di dalam kitab Wahyu, penggunaannya yang normal adalah mengacu kepada hidup secara fisik (1:18; 2:8; 4:9-10; 10:6; 13:14; 19:20) dan hanya 1 kali mengacu kepada kehidupan rohani orang percaya (3:1). Mengenai kaitan yang erat antara 20:4-6 dengan 6:9 (seperti yang diusulkan kaum amilenialisme), Witherington berpendapat kedua bagian itu berbeda dan tidak bisa disamakan/diparalelkan. Di 6:9 dikatakan para martir itu di bawah mezbah, bukan di atas tahta, dan bukan sedang menghakimi, memerintah atau bertahta bersama Kristus melainkan sedang bertanya.
Mengenai kepastian terjadinya kerajaan seribu tahun di masa yang akan datang, Witherington meneliti tensa yang Yohanes gunakan. Di 20:4c Yohanes menggunakan tensa aorist untuk kata kerja “hidup kembali” untuk menunjukkan sense of certainty, suatu kepastian bahwa para martir itu pasti akan dibangkitkan. Sedangkan, di 20:6b Yohanes menggunakan tensa future untuk kata kerja “akan memerintah” untuk mengklarifikasi bahwa di dalam pikirannya kerajaan seribu tahun itu masih ada di masa yang akan datang. Perubahan tensa dari aorist menjadi future menunjukkan bahwa Yohanes meyakini visi yang dilihatnya pada saat itu akan menjadi kenyataan di masa yang akan datang.
Mengenai terjadinya 2 kali kebangkitan, Witherington berpendapat bahwa keduanya adalah sama-sama kebangkitan tubuh. Kebangkitan yang pertama adalah kebangkitan orang-orang percaya untuk memerintah bersama Kristus sedangkan kebangkitan yang kedua adalah kebangkitan orang-orang tidak percaya untuk dihakimi (bdk. 20:11-15). Mengenai lamanya kerajaan milenium itu, Witherington tidak memberikan jangka waktu yang spesifik karena ia mengakui bahwa angka-angka di dalam kitab Wahyu bersifat simbolik.

EVALUASI DAN TANGGAPAN
Evaluasi terhadap Kedua Pandangan
Dari pemaparan di atas, dapat terlihat bahwa kedua pandangan sudah melakukan eksegesis dan penelitian yang komprehensif terhadap Wahyu 20:1-6. Masing-masing pandangan mengajukan argumentasi yang logis dan alkitabiah. Namun, kelemahan dari keduanya adalah terlalu berfokus pada kerajaan milenium itu digenapi dan bukannya melihat pada maksud dan tujuan rasul Yohanes menuliskan perikop ini di dalam konteks keseluruhan kitab Wahyu dan di dalam milieu jaman itu.
Sanggahan yang biasa diajukan kaum premilenialis terhadap amilenialisme adalah sebagai berikut. Pertama, pengikatan Setan yang hanya bersifat parsial (pembatasan supaya tidak menghalangi bangsa-bangsa bertobat sementara aktivitas mencobai lainnya masih berlanjut) perlu dipertanyakan. Dapatkah ditarik garis pembedaan yang jelas antara aktivitas Setan yang bersifat menghalangi orang bertobat dan yang bersifat menggoda atau mencobai? Di dalam seluruh PB, keberadaan dan aktivitas Setan atau Iblis digambarkan sangat nyata: seperti singa yang mengaum dan mencari mangsa (1Ptr. 5:8), penguasa dunia (Yoh. 16:11), penguasa kerajaan angkasa (Ef. 2:2), penghulu dunia yang gelap (Ef. 6:12) yang penuh tipu muslihat (Ef. 6:11) dan menjerat orang percaya (1Tim. 3:7). Fakta-fakta ini sulit menunjukkan bahwa saat ini pengaruh dan pekerjaan Setan sedang dibatasi. Yohanes pun menggambarkan di Wahyu 12:7-12 bahwa Setan atau Iblis sedang berada di bumi ini dan aktif menyesatkan seluruh dunia. Kedua, di dalam apokaliptisisme Yahudi, pemahaman tentang kerajaan milenium adalah kerajaan Mesias yang bersifat futuris (di masa yang akan datang) dan hadir secara fisik di bumi.
Sanggahan yang umumnya diajukan kaum amilenialis untuk premilenialisme adalah Pertama, bagaimana mungkin orang percaya dengan tubuh kemuliaan masih hidup di bumi yang lama yang masih ada dosa dan kematian? Bukankah tubuh kemuliaan ditujukan untuk kehidupan dalam bumi yang baru? Mengapa pula Kristus yang telah dimuliakan kembali ke bumi di mana dosa dan kematian masih tetap ada? Kaum premilenialis menjawabnya dengan mengacu kepada keberadaan Yesus selama 40 hari di bumi setelah kebangkitan-Nya. Yesus dengan tubuh kemuliaan-Nya hidup dan berelasi dengan manusia-manusia lainnya yang masih bertubuh lama. Kedua, di dalam Yohanes 5:28-29 mengatakan bahwa kebangkitan orang percaya dan tidak percaya terjadi pada saat yang bersamaan. Ketiga, di dalam Injil (Mat. 22:23-33; Mrk. 12:18-27; Luk. 20:27-40), ketika Yesus sedang bertanya jawab dengan orang-orang Saduki tentang kebangkitan, Ia berkata bahwa pada waktu kebangkitan, orang tidak kawin mengawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Jadi, bagaimana dengan kerajaan milenium versi premilenialisme yang di dalamnya orang-orang masih hidup seperti di bumi lama, kawin dan mengawinkan?

Pandangan Alternatif: Kerajaan Milenium sebagai Keadaan Akhir Orang-Orang Percaya di dalam Langit dan Bumi yang Baru
Untuk menanggapi perbedaan-perbedaan dan perdebatan-perdebatan yang ada tentang milenium, paper ini mencoba memaparkan pandangan alternatif. Pandangan alternatif ini dilontarkan berdasarkan observasi terhadap tujuan dan metode penulisan kitab Wahyu itu sendiri serta wawasan dunia apokaliptisisme yang mempengaruhi rasul Yohanes dan jemaat pembaca kitab Wahyu pada saat itu.
Dari tujuan dan metode penulisan kitab Wahyu, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. Pertama, tujuan penulisan kitab Wahyu adalah ingin memperlihatkan apa yang terjadi di sorga (aspek spasial) dan di masa yang akan datang (aspek temporal), dengan maksud mengajak pembacanya—orang-orang percaya yang sedang mengalami penindasan dan penganiayaan—mengidentifikasikan diri dengan umat Allah di sorga dan di masa yang akan datang sehingga pandangan mereka tertuju kepada kedaulatan dan rencana Allah serta memperoleh perspektif yang benar akan situasi sulit yang sedang mereka alami. Kitab Wahyu sepertinya ingin mengajak pembacanya melihat dunia dari 2 titik puncak, yaitu tahta Allah (God’s throne) dan masa depan yang Allah rancangkan (God’s future) sehingga pemahaman pembacanya akan dunia ini ditransformasi, melihat kedaulatan Allah atas dunia ini dan atas jalannya sejarah. Yohanes ingin mengubah cara pandang pembacanya, bahwa realita yang sesungguhnya bukanlah tampak di depan mata mereka melainkan realita sorgawi dan futuris yang diperlihatkannya melalui serangkaian visi.
Kedua, di dalam pikiran Yohanes tidak ada sedikitpun terbersit ide untuk menduga atau memperkirakan suatu waktu ketika simbol-simbol atau visi-visi yang dilihatnya satu per satu digenapi dalam peristiwa historis. Bagi Yohanes, simbol atau visi dimaksudkan untuk menstimulasi pembacanya melihat dunia apa adanya (dengan perspektif yang tepat).
Ketiga, kitab Wahyu mengandung banyak bahasa simbolik yang menjelaskan serangkaian visi yang tidak bisa semuanya ditafsirkan secara literal. Marshall memberikan contoh bahwa Kristus di dalam satu visi tampak sebagai seorang yang dari mulutnya keluar sebilah pedang tajam sedangkan di visi lain tampak sebagai seekor anak domba yang seperti disembelih dan di visi yang lain lagi juga digambarkan sebagai seorang manusia dengan sebilah sabit di tangannya. Jelas bahwa penggambaran tentang Kristus di atas adalah bahasa simbolis yang ingin menggambarkan kata-kata atau firman-Nya yang penuh kuasa, karya pengurbanan-Nya sebagai penebus dosa dan fungsi-Nya sebagai hakim. Kitab Wahyu berisi simbol-simbol yang menggambarkan konflik antara Allah dan umat-Nya di satu sisi dan kuasa jahat di sisi lain, yang semakin memanas sejak kedatangan Kristus yang pertama. Yohanes sepertinya memasukkan setiap simbol yang ia ketahui ke dalam kitab yang ditulisnya. Yohanes mengambil simbol-simbol apokaliptik yang beredar saat itu dan menggunakannya sesuai dengan keinginannya untuk menggambarkan visi yang dilihatnya dan untuk menyampaikan pesannya kepada para pembacanya.
Keempat, kitab Wahyu banyak berisi repetisi-repetisi. Yohanes menggunakan pengulangan ini untuk menjelaskan suatu poin dari sisi-sisi lain yang berbeda atau suatu peristiwa dari sudut-sudut pandang yang berbeda. Misalnya, di dalam Wahyu 19 sebenarnya sudah diberitahukan mengenai perjamuan kawin Anak Domba namun sang Pengantin Pria belum muncul hinggal pasal 21. Mengenai kota Allah yang digambarkan sedemikian megahnya di pasal 21-22 sebenarnya juga sudah disebutkan sebelumnya di 14:20 dan 20:9. Memperhatikan kedua pengulangan di atas, sebenarnya bagian tentang milenium menjadi sebuah sisipan yang membingungkan.
Kelima, deskripsi kerajaan milenium yang digambarkan Yohanes sangat tidak berkembang. Yang dapat diketahui adalah bangsa-bangsa—yang kemungkinan besar non-Kristen—tetap eksis, sekelompok orang-orang percaya duduk di atas tahta dan memerintah bersama Kristus selama seribu tahun, dan Setan tidak aktif menipu bangsa-bangsa. Hanya itu saja yang dapat diketahui. Selain fakta di atas, tambahan-tambahan lainnya bersifat imajinatif. Bagaimanakah kehidupan manusia di bumi selama seribu tahun itu, apakah berlangsung normal adanya seperti kehidupan manusia sekarang? Apakah orang-orang percaya menikah dan mempunyai anak? Bagaimanakah bentuk pemerintahan milenium ini dan praktek pelaksanaannya seperti apa? Jika Setan tidak bisa menipu manusia, apakah masih ada dosa dan kejahatan? Dan, di manakah orang-orang Yahudi pada saat itu? Jawabannya, tidak tahu. Pada dasarnya deskripsi Yohanes tidak berkembang dan sepertinya ia hanya ingin memperlihatkan kontras antara orang-orang percaya yang hidup dan bertahta dengan kekalahan Setan beserta antek-anteknya.
Dengan meneliti wawasan dunia apokaliptisisme Yahudi yang mempengaruhi rasul Yohanes dan jemaat pembaca kitab Wahyu pada saat itu, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. Pertama, pengharapan gereja mula-mula akan kedatangan Kristus yang kedua adalah bahwa Kristus akan datang di dalam generasi mereka (1Tes. 4:13-18; bagi Paulus, generasinya tidak akan mati sebelum Kristus datang). Bagi mereka, kenaikan Kristus ke sorga akan segera diikuti dengan kedatangan-Nya yang kedua. Ada sense of urgency bahwa waktunya sudah dekat (bdk. Why. 1:3; 22:20; Rm. 13:12; Ibr. 10:25; 1Ptr. 4:7).
Kedua, Charles E. Hill dalam bukunya, Regnum Caelorum, menemukan fakta-fakta penting yang harus diperhatikan setelah ia melakukan penelitian yang komprehensif terhadap pandangan Kekristenan mula-mula (apokaliptik Kristen hingga bapa-bapa gereja) tentang kerajaan milenium. Pertama, Kekristenan mula-mula memiliki konsep milenium yang berbeda-beda, ada yang milenialis dan ada pula yang non-milenialis. Kedua, tafsiran para bapa gereja tentang milenium juga bervariasi, ada yang literal, ada yang alegoris dan ada pula yang simbolik. Ketiga, ada perbedaan urutan kebangkitan dan kerajaan di dalam konsep milenium Yahudi dan kitab Wahyu. Di dalam milenialisme Yahudi, kerajaan milenium mendahului kebangkitan sehingga tidak ada satupun orang-orang yang dibangkitkan ikut ambil bagian di dalam kerajaan milenium. Sedangkan di dalam Wahyu 20, kerajaan milenium adalah pemerintahan bagi orang-orang yang telah dibangkitkan terlebih dahulu. Keempat, di dalam Wahyu 20 tidak disebutkan beberapa ciri khas yang umumnya terdapat dalam konsep milenium Yahudi, seperti bumi yang subur menumbuhkan hasil yang sangat berlimpah, binatang-binatang hidup harmonis dengan manusia dan dengan damai tunduk kepada manusia, umur manusia semakin panjang, Yerusalem dibangun kembali, bangsa-bangsa lain menjadi pelayan dan kesepuluh suku Israel lainnya akan kembali. Satu-satunya acuan mengenai kondisi di bumi selama milenium berlangsung adalah ketidakmampuan si ular tua untuk menyesatkan bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka untuk melawat umat Allah. Ciri-ciri tipikal mengenai milenium justru bukannya ditemukan di dalam Wahyu 20 melainkan di dalam Wahyu 21-22 yang menggambarkan langit dan bumi yang baru pascamilenium.
Dari observasi-observasi di atas dapat disimpulkan bahwa rasul Yohanes memang mengadaptasi konsep apokaliptisisme Yahudi mengenai kerajaan Mesianik namun ia menafsirkan ulang atau mengubah konsep itu sesuai dengan wawasan dunia eskatologi Kristen dari gereja mula-mula. Di dalam wawasan dunia eskatologi Yahudi sejarah dibagi menjadi 2 era jaman: tatanan dunia sekarang yang sudah rusak dan berdosa serta tatanan dunia baru di masa yang akan datang. Namun, sejak kedatangan Kristus ke dalam dunia (Christ event, peristiwa Kristus), jemaat mula-mula melihat sejarah yang tadi terbagi dua sekarang menjadi terbagi tiga. Kuasa dari tatanan dunia yang akan datang—yaitu kerajaan Allah—telah tiba dan telah hadir di dalam dunia yang lama ini. Mereka meyakini bahwa melalui peristiwa kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah menghadirkan kerajaan Allah di era jaman yang sekarang. Mereka meyakini bahwa mereka sekarang sudah berada di dalam kerajaan Kristus (Kol. 1:12-13) dan telah menjadi imamat yang rajani (1Ptr. 2:9). Rasul Yohanes pun memiliki wawasan dunia yang seperti ini yaitu bahwa orang-orang percaya sekarang telah memerintah bersama Kristus dan menjadi imam-imam Allah (Why. 1:6; 5:10, perhatikan penggunaan kata “telah”, tensa aorist, yang menunjukkan bahwa hal itu sudah terjadi); pemerintahan dunia ini telah diambil alih oleh pemerintahan Allah dan Kristus (Why. 11:15)
Namun demikian, jemaat mula-mula juga menyadari bahwa realisasi penuh dari kerajaan Allah ini baru terjadi ketika Kristus datang kali yang kedua, mengakhiri jaman yang sekarang dan memulai jaman yang baru. Rasul Yohanes pun memiliki konsep seperti ini. Ia menantikan penggenapan penuh dari pemerintahan Kristus bersama orang-orang kudus, sebab itu ia menuliskan visi tentang kerajaan milenium dan realisasi langit dan bumi yang baru di akhir dari kitab Wahyu. Bagi Yohanes, visi milenium adalah penggenapan penuh atau realisasi sepenuhnya dari pemerintahan Kristus bersama orang-orang kudus yang terjadi di dalam langit dan bumi yang baru (20:6, perhatikan penggunaan kata “akan”, tensa futuris, yang menunjukkan bahwa hal itu belum terjadi dan akan terjadi di masa depan).
Untuk mencapai maksudnya—menjelaskan kegemilangan keadaan akhir orang-orang kudus yang memerintah bersama Kristus di bumi yang baru, Yohanes mengambil simbol-simbol konsep kerajaan milenium Yahudi yang beredar saat itu dan menggunakannya dalam kitab Wahyu. Di dalam 3 pasal terakhir dari kitab Wahyu terlihat simbol-simbol yang mengasosiasikan konsep-konsep kerajaan Allah itu: kebangkitan orang-orang kudus, peperangan akhir, penghakiman akhir, langit dan bumi yang baru, Yerusalem baru, dan perjamuan kawin Anak Domba. Simbol-simbol kerajaan milenium dalam apokaliptik Yahudi diadopsi dan ditafsirkan ulang oleh Yohanes untuk menggambarkan maksudnya tentang kerajaan Allah. Yohanes, seperti wawasan eskatologis jemaat mula-mula, tidak menganut konsep kerajaan milenium Yudaisme yang temporal dan fisikal di bumi, seperti yang terlihat dalam penggambarannya tentang milenium di 20:1-6. Pertama, Yohanes tidak menempatkan ciri-ciri kerajaan milenium Yahudi di dalam 20:1-6 melainkan di pasal 21-22. Kedua, Yohanes tidak mengikuti urutan kerajaan-kebangkitan seperti yang ada di dalam konsep Yudaisme tentang kerajaan milenium melainkan ia membalikkannya menjadi kebangkitan dahulu baru kerajaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasal 20-22 dari kitab Wahyu adalah satu kesatuan yang ingin menggambarkan keadaan akhir dari orang-orang kudus. Semuanya itu adalah penggambaran mengenai keadaan akhir orang-orang percaya yang memerintah bersama Kristus di dalam langit dan bumi yang baru.
Namun demikian, bagaimana menjelaskan penggambaran Iblis yang dilepaskan dan memulai perang dengan orang-orang kudus di 20:7-10? Bagaimana menjelaskan kata-kata keterangan waktu “dan setelah” dan “berakhir” di dalam frase “Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir” (20:7)? Apa maksud dari semuanya itu? Penjelasannya adalah sebagai berikut. Pertama, urutan kitab Wahyu tidak bisa dilihat secara kronologis sebab Yohanes tidak menyusunnya demikian, melainkan menggunakan repetisi-repetisi. Kedua, seperti yang dikatakan di atas bahwa Yohanes mengambil konsep milenium dari apokaliptik Yahudi untuk menggambarkan tentang kerajaan Allah dan keadaan akhir orang-orang kudus. Di dalam milenialisme Yahudi terdapat pula penggambaran tentang peperangan akhir antara Setan dan antek-anteknya dengan umat Allah. Mungkin Yohanes juga memasukkan penggambaran ini di dalam 3 pasal terakhir dari kitabnya, untuk menggambarkan kemenangan Allah yang pada akhirnya menghancurkan total Setan dan antek-anteknya. Ketiga, kata-kata keterangan waktu itu dipakai Yohanes sebagai sarana naratif di dalam penggambaran-penggambarannya. Yohanes menggunakan sarana-sarana naratif itu sebagai bagian dari penggambaran-penggambaran yang ingin diperlihatkannya dengan tujuan menjelaskan seluruh kebenaran yang melampaui batasan-batasan narasi. Sarana-sarana naratif itu tidak bisa ditafsirkan secara literal (dalam pengertian urutan waktu secara kronologis) melainkan harus ditafsirkan secara simbolik.

KESIMPULAN DAN RELEVANSI MILENIUM
Kesimpulan
Saat ini ada 2 pandangan besar mengenai milenium, yaitu amilenialisme dan premilenialisme. Premilenialisme adalah pandangan yang percaya bahwa Kristus datang sebelum kerajaan milenium berlangsung baru kemudian memerintah bersama orang-orang percaya di bumi. Amilenialisme adalah pandangan yang tidak mengakui kedatangan Kristus sebelum kerajaan milenium melainkan percaya bahwa kerajaan milenium itu sedang berlangsung sekarang di sorga sejak dari kedatangan Kristus yang pertama hingga kedatangan Kristus yang kedua, yaitu jaman gereja.
Kedua penafsiran di atas terlalu berfokus pada penggenapan milenium di dalam sejarah dan tidak melihat apa maksud semula Yohanes menulis tentang hal ini. Di dalam 3 pasal terakhir, Yohanes ingin menggambarkan keadaan orang-orang percaya di dalam langit dan bumi yang baru. Dengan mengambil simbol-simbol apokaliptik Yahudi tentang kerajaan milenium, rasul Yohanes menjelaskan mengenai keadaan akhir orang-orang percaya yang memerintah bersama Kristus. Bagi Yohanes, tidak ada kerajaan milenium yang bersifat temporal dan fisikal di bumi seperti pandangan orang Yahudi.

Relevansi Milenium Untuk Gereja Pada Saat Ini
Pertama, simbol milenium menyadarkan orang percaya bahwa usaha manusia tidak akan dapat membawa kepada masa keemasan. Pengharapan milenium mengisyaratkan kebangkrutan pengharapan manusia dan mengingatkan kita bahwa kita tidak dapat membangun masa depan di atas landasan pengharapan dan janji-janji dunia ini. Dalam hal ini kita melihat paradoks: di satu sisi terlihat terjadinya kemajuan dramatis dari teknologi yang semakin canggih dan efektif. Tetapi, di sisi lain, proses moral dan spiritual mengalami kemerosotan drastis. Kemajuan teknologi justru dipakai untuk merancang sistem keamanan dan perlindungan diri yang jauh lebih canggih; kekerasan, kecurangan dan penipuan dalam bisnis, pembantaian etnis, konflik suku dan agama yang semuanya seperti membawa dunia ini kembali ke jaman prasejarah. Semua tindakan teror dan kejahatan di atas justru terjadi di belahan dunia yang dianggap paling maju dan beradab. Ternyata penemuan-penemuan teknologi dan ketrampilan baru yang dihasilkan manusia tidak memiliki jawaban untuk sisi gelap kehidupan pada saat ini. Yang menjadi tugas gereja pada saat ini adalah memiliki visi profetis. Orang percaya membutuhkan sebuah mata untuk melihat apa yang sedang terjadi di dunia ini, sebuah mata yang tidak terbuai dan tertipu oleh penampakan-penampakan luar tetapi yang melihat apa yang sesungguhnya sedang terjadi, sebuah mata yang mengenali tanda-tanda jaman dan tidak tertipu oleh nabi-nabi palsu yang meneriakkan “damai!” pada saat sesungguhnya tidak ada damai dan yang memberikan target-target dan standar-standar yang palsu. Orang percaya perlu melihat segala sesuatu dari cara pandang Allah dan kemudian memberi peringatan kepada masyarakat tentang penghakiman-Nya.
Kedua, simbol milenium menyadarkan orang percaya bahwa masa depan ada di dalam pengendalian Allah. Kitab Wahyu menggambarkan konflik kosmik. Kitab ini memberitahukan kepada orang percaya bahwa wawasan sejati akan apa yang terjadi di dunia ini adalah melihat bahwa sesungguhnya sedang terjadi konflik antara Allah dan kebaikan di satu sisi dan kuasa jahat di sisi lain. Kuasa jahat mengancam untuk mengalahkan dan menguasai kebaikan dan orang-orang yang memegang teguh kebenaran tetapi, pada akhirnya, kemenangan ada di tangan Allah. Pusat dari milenium adalah kedatangan Yesus Kristus untuk memerintah atas dunia ini. Ada janji bahwa suatu hari Raja di atas segala raja, Raja yang membawa damai dan kasih, akan menang atas kejahatan dan mendirikan kerajaan Allah. Dia telah mendemonstrasikan kasih Allah yang besar bagi dunia yang telah jatuh ini dan telah mengalahkan dosa, kematian dan Iblis dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Pesan milenium adalah apa yang telah Allah mulai akan Ia selesaikan. Kristus akan bertahta. Setan akan dikalahkan sepenuhnya. Kuasa jahat akan dikalahkan oleh kuasa Allah. Masa depan ada di tangan Allah. Sebab itu, di dalam Allah kita meletakkan persandaran kita akan masa depan dan bukan kepada diri sendiri atau dunia yang sekarang. Namun demikian, orang percaya juga tidak boleh menjadi hanya terfokus pada masa depan dan mengabaikan bumi yang lama ini. Karena kemenangan itu berlangsung di bumi maka bumi yang lama ini bukannya dihancurkan dan digantikan yang baru melainkan akan ditransformasi menjadi bumi yang baru. Dengan wawasan pengharapan yang demikian, orang-orang Kristen harus giat di dunia ini, menyingkirkan segala yang jahat dan mengusahakan transformasi masyarakat. Milenium dan bumi yang baru bukan hanya pengharapan untuk masa depan melainkan juga agenda atau “pekerjaan rumah” yang harus dikerjakan gereja.
Ketiga, umat Allah akan menjadi imamat yang rajani. Mereka akan hidup dan bertahta bersama Kristus dan mereka akan memiliki hubungan langsung kepada Allah. Allah menyelamatkan dan membela umat-Nya yang setia. Kesedihan dan keluh kesah akan disingkirkan. Tetapi kemenangan itu bukan hanya atas kefasikan dan bencana di dalam dunia ini saja. Di dalam hati setiap kita juga ada kefasikan. Milenium menjadi simbol akan dunia baru yang di dalamnya orang-orang memiliki kemenangan pribadi di dalam hidup mereka sendiri. Mereka akan mengalahkan pencobaan. Tidak hanya itu, kita juga akan memiliki kedekatan dengan Allah. Imam adalah orang yang melayani Allah dan memiliki hubungan khusus dengan Allah yang tidak dimiliki oleh orang lain. Di dalam dunia kuno, orang-orang biasa tidak bisa mendekati dewa-dewa mereka seperti halnya seorang imam. Tetapi di dalam PB, setiap orang percaya memiliki hak istimewa sebagai imam, bukan hanya rohaniwan saja. Allah berjanji bahwa semua umat-Nya akan berbagian di dalam kemenangan-Nya dan akan menikmati relasi yang intim dengan-Nya.
Keempat, semua pengharapan dan kemenangan ini hanya bagi orang-orang percaya yang setia. Karena milenium berarti berakhirnya kefasikan serta bertahtanya Kristus, maka mereka yang berbagian di dalamnya adalah orang-orang yang telah berbalik dari kefasikan dan menerima Kristus sebagai Tuhan mereka. Yohanes melambangkan orang-orang ini sebagai para martir yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian hidup mereka. Milenium diperuntukkan bagi orang-orang percaya yang setia kepada Tuhan. Orang-orang yang fasik yang tidak percaya dan tidak setia berada di luar dan tidak dapat berbagian di dalam dunia baru yang Allah ciptakan (bdk. Why. 22:15).
Dan terakhir, kelima, gereja pada saat ini harus hidup dalam antusiasme penantian seperti yang ada pada gereja abad pertama. Orang-orang percaya saat itu meyakini bahwa akhir jaman dan kedatangan Kristus yang kedua akan terjadi di dalam generasi mereka atau ketika mereka masih hidup. Mereka berpikir bahwa peristiwa itu akan segera terjadi, sebab itu mereka menantikannya dengan penuh antusias. Namun, dua ribu tahun kemudian, orang-orang percaya pada saat ini merasa sulit untuk bisa hidup dengan antusiasme penantian seperti itu sebab sudah sedemikian lama waktu yang terlewat tetapi tidak ada indikasi bahwa titik akhir itu akan tiba. Namun demikian, janji itu masih tetap berlaku dan dapat dipercaya. Milenium adalah sebuah panggilan kepada setiap diri kita untuk mengenali bahwa tidak akan ada masa depan di luar Allah, dan bahwa kita sekarang harus hidup sebagaimana jemaat mula-mula hidup dalam penantian yang antusias akan kedatangan Kristus. Sementara menantikan kedatangan-Nya, Kristus berkata kepada kita, “Sibukkanlah dirimu dengan pekerjaan-Ku sampai Aku datang kembali” (parafrase dari Luk. 19:13). Orang-orang percaya pada saat ini sudah hidup di dalam penantian akan kerajaan Allah dan Kristus. Kuasa dari dunia yang akan datang telah tiba dan hanya dengan mengusahakan kuasa itulah, dunia yang sekarang ini bisa diubah dan dipersiapkan untuk berjumpa dengan Tuhan. Milenium berarti kita dipanggil bukan untuk duduk-duduk diam dan menunggu melainkan untuk bangkit dan melayani. Kristus berkata, “Ya, Aku datang segera!” Amin, datanglah, Tuhan Yesus!


DAFTAR PUSTAKA

Achtemeier, Paul, Joel B. Green dan M. M. Thompson. Introducing New Testament: Its Literature and Theology. Grand Rapids: Eerdmans, 2001.

Aune, David E. “Apocalypticism” dalam Dictionary of New Testament Background. Downers Grove: InterVarsity, 2000.

Beale, G. K. New International Greek Testament Commentary: Revelation. Grand Rapids: Eerdmans, 1999.

Ferguson, Everett. Background of Early Christianity. Grand Rapids: Eerdmans, 2003.

Hill, Charles E. Regnum Caelorum: Patterns of Millennial Thought in Early Christianity. Grand Rapids: Eerdmans, 2001.

Hoehner, Harold W. “Evidence from Revelation 20,” A Case for Premillennialism: A New Consensus. Chicago: Moody, 1992.

Hoekema, Anthony A. Alkitab dan Akhir Zaman. Malang: Momentum, 2004.

Marshall, I. Howard. “The Christian Millennium” dalam Evangelical Quarterly 72/3, 2000.

Mathewson, Dave. “A Reexamination of the Millennium in Revelation 20:1-6: Consummation and Recapitulation” dalam Journal of Evangelical Theological Society 44/2, 2001.

Osborne, Grant. Baker Exegetical Commentary of New Testament: Revelation. Grand Rapids: Baker, 2002

________. The Hermeneutical Spiral. Downers Grove: InterVarsity, 1991.

Witherington III, Ben. New Cambridge Bible Commentary: Revelation. Cambridge: Cambridge University Press, 2003.


David
November 2005

Tidak ada komentar: