Minggu, 14 Oktober 2007

TELADAN DARI SEORANG ANAK GUNDIK

Seorang kakek tua sedang duduk di sebuah kursi kecil tanpa sandaran di teras sempit rumahnya yang tidak mirip teras sama sekali karena tidak nyaman dan begitu banyak barang bekas. Tubuhnya jangkung, besar dan sedikit bungkuk, menunjukkan sisa-sisa kekekaran tubuhnya waktu muda. Rambut di kepalanya tipis dan hampir seluruhnya berwarna putih keperakan. Wajahnya penuh keriput. Ia mengenakan kaus oblong dan celana piyama. Namun bukan semua hal di atas yang membuat saya kagum pada kakek ini. Yang membuat saya tertarik dengan kakek ini di pagi itu adalah buku kecil tebal yang ada di pangkuannya, kaca pembesar yang ada di sampingnya, kaca mata baca yang ia kenakan dan terlebih lagi ketekunannya memperhatikan dan mengikuti kata demi kata dalam buku yang dibacanya. Ketika saya perhatikan buku itu, lembaran halamannya sudah kekuningan, kertasnya sudah lapuk, tulisannya agak memudar. Di lembaran-lembaran halaman buku itu tertulis aksara-aksara rumit bahasa mandarin yang kecil-kecil, mungkin detilnya sudah ada yang hilang. Dengan tekun kakek itu menelusuri aksara-aksara itu dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri. Jikalau ada aksara yang sulit dibaca, kakek itu akan menundukkan kepalanya lebih dekat lagi ke buku dan mengamati dengan lebih cermat aksara apakah itu. Jikalau masih tidak terbaca, ia akan menggunakan kaca pembesar yang ada di sampingnya. Saya membayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan kakek itu untuk membaca buku tebal itu sampai habis jikalau ia harus menghadapi kesulitan-kesulitan seperti itu. Jikalau setiap pagi saya ke sana, hampir selalu saya menjumpai kakek itu sudah ada di tempatnya seperti biasa dengan buku kecil itu di pangkuannya. "Wow…tekun sekali kakek ini!", kata saya dalam hati. Mungkin ia akan terus membaca buku itu setiap pagi sampai selesai walaupun mungkin 1 tahun baru selesai! Mungkin juga ia sudah berulang-ulang membaca buku itu sampai selesai! Saya benar-benar kagum dengan kakek ini! Mungkin usianya sudah 4 kali lipat usia saya, namun usia dan ketuaannya sama sekali tidak menghambat ketekunannya membaca buku. Suatu kali saya bertanya kepadanya, "Apakah setiap pagi Apak selalu membaca buku?" Ia menjawab, "Ya betul, saya dulu waktu muda pernah sekolah bahasa mandarin di Tiongkok…" Lalu mulailah ia menceritakan perantauannya dari Tiongkok, ke Thailand lalu tiba di Aceh dan terakhir ikut anaknya ke Jakarta. Kakek ini sudah begitu banyak makan asam garam kehidupan! Saya bersyukur dalam hidup saya pernah mengenal kakek ini. Saya, yang sekalipun menyukai membaca buku, belum ada apa-apanya dibandingkan ketekunan beliau membaca buku! Saya belajar banyak dari ketekunannya membaca buku. Mungkin yang dirasakan kakek itu sama dengan yang dirasakan Sara P. Parton (1811-1872), nama asli dari Fanny Fern, penulis buku kanak-kanak terkenal yang berkisah :
“Oh buku-buku adalah sahabat yang aman. Mereka menyimpan rahasia anda, mereka tak pernah berbangga bahwa telah membuat mata anda berkaca-kaca, atau membuat pipi anda kemerahan, atau jantung anda berdebar-debar. Anda dapat saja mengambil pengarang kegemaran anda dan mencintainya dari kejauhan sehangat mungkin sesuka anda karena telah membuai anda dengan berbagai khayalan yang manis selama berjam-jam ketika anda merasa kesepian. Kemudian anda menutup buku itu dan menempelkan pipi anda pada kulit buku itu seolah-olah wajah seorang sahabat karib; mata anda tertutup, berbicara sendiri sepuasnya, tanpa khawatir membuat kesalahan, meskipun seyogianya anda berseru karena penuhnya gairah anda: 'Alangkah terpujinya orang itu.' Anda mungkin menyimpan buku anda di bawah bantal, dan membiarkan mata anda tak akan membiarkan orang lain menyita kesenangan yang demikian sedapnya. Mungkin saja anda dihujani beribu gagasan dan kesalahan, namun anda akan selalu kembali kepada yang selalu dekat, yang tidak akan mengganggu anda dengan berbagai kesucian, atau menyakiti anda dengan berbagai kealpaan ataupun melukai anda dengan kecurigaan.”
Mendapat pengalaman dari sang kakek membuat saya sendiri berpikir mengenai diri saya sendiri. Saya mulai senang dan menyukai membaca buku-buku kurang lebih sejak 3 SMP. Saat itu PRMI (Persekutuan Remaja Methodist Indonesia) baru membuka satu perpustakaan kecil, buku-bukunya juga tidak sebanyak sekarang. Kami, anak-anak tunas remaja yang baru naik ke PRMI, senang mengunjungi perpustakaan itu. Sesudah kebaktian I selesai, kami biasanya langsung mengerumuni buku-buku yang dipajang, dengan antusias membolak-balik halamannya dan membacanya. Saya, ketika itu, biasanya tertarik dengan kisah-kisah kesaksian seperti seri kesaksian, Sonya dan pasukan penjaga keamanan, biografi John Sung dan lainnya yang tidak saya ingat. Seiring dengan berkembangnya perpustakaan PRMI, buku-buku bermutu mulai ditambah. Dan saya juga belajar membaca buku-buku yang bobotnya lebih sulit, seperti doktrin atau yang sifatnya khotbah/renungan. Jikalau melihat kembali ke masa itu, sekarang saya menyadari bahwa kecintaan saya membaca buku itu disebabkan oleh perpustakaan PRMI. Sebab itu, saya berterima kasih kepada PRMI, khususnya perpustakaan PRMI, dan para pembina, pengurus, kakak senior serta para petugas perpustakaan PRMI yang telah dengan begitu ramahnya melayani kami para peminjam buku, dan terlebih lagi menanamkan minat membaca buku kepada saya. Henry Ward Beecher, seorang penginjil berkebangsaan Amerika yang hidup sekitar tahun 1813-1887 pernah mengatakan:
“Buku merupakan jendela untuk batin kita melihat-lihat keluar. Suatu rumah tanpa buku layaknya seperti sebuah kamar tanpa jendela. Tak seorang pun berhak membesarkan anak-anaknya tanpa mengerumuninya dengan buku, kalau ia mampu menyediakannya. Hal itu merupakan kesalahan bagi keluarganya. Ia menipu mereka! Anak-anak belajar membaca dengan adanya buku-buku. Cinta akan ilmu pengetahuan timbul dengan adanya bacaan dan berkembang karenanya. Dan cinta akan ilmu pengetahuan pada usia muda merupakan jaminan penangkal nafsu-nafsu rendah dan berbagai keburukan. Marilah kita mengasihi orang-orang kaya yang malang yang hidup gersang tanpa buku di rumah-rumah yang besar! Mari kita menyelamatkan mereka yang miskin, bahwa di masa-masa ini, buku-buku begitu murah hingga orang dapat saja menambah koleksi perpustakaannya seribu jilid dalam setahun sebesar biaya yang biasa ia keluarkan untuk tembakau dan minuman birnya. Hasrat yang pertama-tama terdapat pada para karyawan, buruh, penjelajah dan tentu saja pada semua orang yang ingin maju dalam hidup dan menjadi seseorang adalah keinginan untuk selalu menambah koleksi perpustakaannya. Sebuah perpustakaan kecil yang tumbuh dan berkembang setiap tahun, merupakan bagian yang sangat terpuji dalam sejarah kehidupan seseorang. Mempunyai buku merupakan salah satu tugas umat manusia. Perpustakaan bukanlah suatu kemewahan, tetapi suatu kebutuhan dalam hidup.”
Hal kedua yang, menurut saya, menanamkan kecintaan membaca buku pada diri saya adalah kelas Pemahaman Alkitab. Di dalam kelas PA saya tidak hanya diajar dan belajar Firman Tuhan. Tetapi kami juga ditanamkan kecintaan membaca buku-buku yang bermanfaat untuk pertumbuhan rohani. Guru PA kami dan asistennya terus menerus mendorong kami untuk membaca buku. Hasilnya…bagi kami sekarang, mungkin membaca buku sudah seperti membudaya dalam hidup kami! Kami sudah merasakan dan menikmati berkat-berkat Tuhan melalui buku di tengah-tengah perjalanan dan pergumulan rohani kami. Seorang teman yang dulu juga pernah satu kelas PA dengan saya menceritakan bagaimana selain Alkitab, buku-buku rohani telah membantunya menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang selama ini belum ia temukan jawabannya dan menghapuskan keragu-raguan rohaninya selama ini. Tuhan telah meneguhkannya kembali akan imannya kepada Dia melalui sebuah buku. Buku itu begitu menjadi berkat buat dia dan sekarang berkat itu dia sharingkan kepada orang lain supaya mereka juga boleh merasakannya. Itu semua terjadi berkat kerja keras dan kegigihan para guru PA yang "menanamkan bibit" minat membaca buku itu di dalam hati kami. Kami sungguh berterima kasih kepada mereka!
Jikalau demikian, mungkin di antara teman-teman ada yang bertanya : "Bagaimana kita tahu kalau buku yang kita baca itu mengajarkan yang benar. Kan..sekarang banyak buku yang isinya ngga bener. Nanti buku itu malah bukan menjadi berkat sebaliknya menjatuhkan kerohanian kita, dan bahkan menyesatkan kita." Memang sekarang banyak pengarang buku non-Kristen yang mencomot ajaran Yesus dari Alkitab untuk mendukung pendapatnya sendiri. Banyak buku yang mengajarkan doktrin Kekristenan yang tidak sehat. Banyak buku-buku yang kelihatannya seperti buku Kristen tapi nyatanya isinya mengajarkan agama baru dari gerakan jaman baru yang mengutip ajaran Yesus. Sebab itu kita perlu berhati-hati dalam memilih buku yang akan kita baca, karena---seperti yang dikatakan Paxton Hood---kebiasaan dan karakter kita, selain dipengaruhi oleh pergaulan, juga dipengaruhi oleh buku-buku yang kita baca. Syukur kepada Tuhan karena FirmanNya dapat menjadi satu patokan dan standar untuk menilai segala ajaran, ilmu pengetahuan, dan ide-ide dari dunia ini. Kita bisa merasa tenang dan tidak kuatir lagi karena kita punya "alat ukur" yang tidak perlu dikalibrasi dan tidak akan pernah menjadi salah. Kalau kita belajar sungguh-sungguh dari Firman Tuhan, kita tidak perlu takut lagi membaca banyak buku-buku (sekalipun mungkin itu sesat) karena dengan pertolongan Roh Kudus kita bisa menilainya menurut kebenaran Firman Tuhan. Ini bukan berarti saya mengajarkan kita semua untuk membaca buku-buku yang ajarannya salah. Maksud saya, yang benar hanyalah Firman Tuhan, yang lainnya harus dinilai berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Dalam prakteknya, kita bisa melakukan beberapa cara untuk menilai apakah suatu buku itu mengajarkan yang benar atau tidak. Kita bisa mengecek latar belakang si penulis buku: latar belakang kerohaniannya dan pendidikannya. Memang ini tidak bisa sepenuhnya menjamin buku itu sudah aman untuk dibaca. Cara lainnya, kita bisa bertanya kepada hamba Tuhan, pembina, penginjil atau orang Kristen yang sudah dewasa kerohaniannya. Mereka akan dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan yang bermanfaat bagi kita.
Kalau saya ditanya mengapa saya senang membaca buku, maka saya akan jawab bahwa di dalam setiap lembar buku itu saya menemukan harta berharga yang tidak saya duga sebelumnya. Saya tertarik untuk membeli atau membaca sebuah buku jika resensi yang saya baca di belakang buku itu menunjukkan bahwa buku itu memang isinya bagus atau penulisnya sudah terkenal hebat. Suatu kali saya pernah memiliki keinginan untuk membeli sebuah buku yang sudah lama saya idam-idamkan. Covernya, resensinya dan penulis-penulisnya begitu membuat saya terpesona dan betul-betul ingin memiliki buku tersebut. Lalu suatu hari saya sediakan waktu untuk pergi ke toko buku dan membeli buku tersebut. Setibanya di rumah dengan tidak sabar lagi saya buka bungkusnya dan langsung saya lihat isinya. Begitu melihat daftar isinya dan menjelajahi tulisan-tulisan yang begitu bermutu dari penulis-penulis hebat, ternyata isi buku itu lebih bagus dan lebih indah lagi dari yang saya duga sebelumnya! Hati saya melambung penuh sukacita karena bisa memiliki buku yang begitu berharga ini. Saat itu juga hati saya penuh ucapan syukur kepada Tuhan karena saya telah menemukan harta yang begitu berharga! Bagi saya itulah sukacita dari membaca buku, yaitu menemukan hal-hal berharga yang tidak saya duga sebelumnya! Itulah juga yang sebelumnya telah dikatakan oleh Walt Disney, "Ada lebih banyak harta berharga di dalam buku-buku daripada yang ada di dalam barang rampasan bajak laut di Pulau Harta Karun." Namun demikian, membaca buku bukanlah hanya keinginan sesaat, tetapi itu harus menjadi kerinduan dan kebutuhan seumur hidup. Karena semakin banyak membaca kita akan menyadari semakin sedikit yang kita ketahui. Robbes, filsuf Inggris pernah berkata, “Jika saya membaca buku-buku sebanyak yang dibaca orang lain, saya akan mengetahui sama sedikitnya seperti mereka.” Oleh sebab itu, mari…sering-seringlah mengunjungi perpustakan gereja, carilah dan pinjamlah buku-buku yang teman-teman senangi, bawalah pulang dan bacalah dengan penuh kegairahan dan semangat untuk menggali harta karun di balik setiap halamannya.
Saya juga senang membaca buku-buku rohani karena buku-buku itu membantu pertumbuhan rohani. Perhatikan, saya mengatakan buku hanya membantu pertumbuhan rohani, bukan yang menumbuhkan kerohanian karena hanya Firman Tuhan dan Roh Kudus sajalah yang dapat menumbuhkan dan membangun kerohanian kita. Inilah hal berikutnya yang ingin saya tekankan. Membaca buku-buku rohani yang benar bukan berarti kita boleh melupakan Firman Tuhan [Alkitab]. Mungkin ada yang berpendapat: "Di dalam buku-buku rohani, pengarangnya kan juga banyak mengutip dari Alkitab. Selain itu membaca buku rohani lebih membawa berkat dibandingkan membaca Alkitab yang isinya kadang membosankan dan gitu-gitu aja. Lebih enak baca buku rohani deh daripada baca Alkitab." Tetapi ingat apa yang saya katakan sebelumnya, Firman Tuhan bagaimanapun juga adalah KEBENARAN (Yoh 17:17). Jikalau tidak ada Firman Tuhan maka tidak akan ada buku-buku rohani. Dari manakah para penulis buku rohani mendapatkan sumber dan inspirasi? Apakah titik sentral dari semua tulisan mereka? Tidak lain dan tidak bukan adalah Firman Tuhan dan Yesus Kristus. Jadi Firman Tuhan tetap yang terpenting dan utama di atas segala buku rohani yang paling bermanfaat dan bermutu sekalipun. Bagi Sir Arthur Keith, Alkitab tetap adalah buku di atas segala buku, tetap yang terhebat!
Alkitab perlu dibaca setiap hari dalam Saat Teduh kita bersama Tuhan. Sebenarnya apa yang menjadikan Alkitab dan Saat Teduh setiap hari adalah hal yang krusial (perlu dan penting) di dalam hidup anak-anak Tuhan? Pertama, saya akan menjawab pertanyaan itu melalui pesan Dr. Andar Ismail di dalam buku Selamat Berbakti :
"Alkitab adalah ibarat makanan karena di dalamnya terdiri dari berbagai jenis kitab [ada kitab Taurat, sejarah, puisi, nyanyian, surat-surat dan lainnya] seperti halnya makanan perlu bervariasi supaya lengkap dan seimbang dalam kalori, karbohidrat, protein, lemak, mineral dan lainnya. Lebih dalam lagi : mengapa Tuhan Yesus mengibaratkan Firman Allah seperti makanan. Makanan adalah kebutuhan sehari-hari. Kita perlu makan tiap hari, walaupun mungkin hanya satu piring. Kita bukan makan 30 piring sekaligus sebulan sekali, melainkan tiap hari satu piring. Begitulah caranya tubuh kita terpenuhi kebutuhannya supaya sehat dan bertumbuh. Mungkin itulah maksudnya Tuhan Yesus, yaitu agar Firman Tuhan masuk ke dalam diri kita bukan sekaligus dalam porsi besar sebulan sekali melainkan sedikit demi sedikit secara teratur setiap hari. Barangkali juga maksudNya adalah agar kita membaca Alkitab dan buku renungan seperti kita menikmati lezatnya makanan."
Kedua, saya pernah membaca satu artikel fiksi yang menggambarkan iblis sedang mengadakan rapat dengan para malaikatnya. Dalam kata-kata pembukaannya, iblis berkata, "Kita tidak bisa menghalangi orang Kristen untuk pergi ke gereja. Kita tidak bisa mencegah mereka membaca Alkitab dan mengenal kebenaran. Kita tidak bisa menghalangi mereka membangun suatu persekutuan yang akrab di dalam Kristus . TETAPI, jika mereka menjalin hubungan dengan Kristus, kuasa kita terhadap mereka akan hancur. Jadi biarkan mereka pergi ke gereja, biarkan mereka memiliki gaya hidup konservatif; TETAPI, curilah waktu mereka sehingga mereka tidak dapat menjalin hubungan dengan Yesus Kristus. Inilah yang saya ingin kamu semua lakukan. Ganggu mereka ketika sedang menjalin hubungan dengan Juruselamat mereka dan alihkan pikiran mereka daripada mempertahankan hubungan vital itu setiap hari! Buat mereka SIBUK!" Mengapa iblis begitu gencar ingin mengganggu hubungan kita dengan Tuhan? Karena…ia SADAR bahwa itulah SUMBER KEKUATAN setiap anak Tuhan. Tidakkah kita juga menyadari hal itu? Saat Teduh adalah saat di mana kita menjalin hubungan dengan Tuhan, pencipta kita. Bapa di surga adalah seperti seorang ayah yang sangat rindu menantikan anak-anakNya untuk datang menjumpaiNya. Hidup sebagai orang Kristen bukanlah hanya sekedar pergi ke gereja, menjalankan peraturan-peraturan agama, menjalankan 10 perintah Allah dan menjadi orang Kristen yang saleh, melainkan LEBIH dari itu…Hidup sebagai seorang Kristen adalah hidup yang memiliki HUBUNGAN PRIBADI dengan Tuhan. Menjalin hubungan pribadi dengan orang lain itu tidak mudah dan butuh waktu. Apalagi dengan Tuhan. Dr. Calvin Miller mengatakan,
"Halangan untuk menjalin hubungan intim dengan Juruselamat kita adalah ketergesa-gesaan. Keakraban tidak boleh terburu-buru. Kedekatan batin menghabiskan waktu, hanya terbuka bagi pikiran yang rindu mencicipi kerohanian dalam gigitan-gigitan kecil, menikmatinya satu per satu. Keakraban dengan Kristus muncul ketika kita memasuki hadiratNya dengan kedamaian hati bukan dengan tiba-tiba menerobos masuk hadiratNya setelah sebelumnya kita menghadapi konflik-konflik hidup. Dengan relaks merenungkan Kristus yang tinggal di hati kita memungkinkan terjadinya hubungan batin yang erat yang mustahil dapat dicapai ketika kita berada di bawah tekanan kesibukan. Hidup yang suci bukanlah hidup yang tiba-tiba dan mendadak. Tidak seorang pun yang terburu-buru memasuki hadirat Tuhan dapat merasa puas untuk berlama-lama tinggal di dalamnya. Mereka yang tergesa-gesa masuk, juga tergesa-gesa keluar."
Menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan membutuhkan waktu, dan juga kesetiaan serta kesabaran untuk memupuk hubungan itu menjadi semakin erat hari lepas hari. Sebab itu jangan kita tertipu oleh siasat iblis yang ingin membuat kita terlalu sibuk (B U S Y - Being Under Satan's Yoke : Berada di bawah kuk iblis) sehingga kita tidak menyediakan waktu, lupa dan malas bersaat teduh setiap hari!
Seorang Kristen yang sudah menjalankan kedua kebiasaan di atas (membaca buku dan bersaat teduh) secara sungguh-sungguh adalah Toyohiko Kagawa (1888–1960). Kagawa hanyalah anak gundik seorang politikus ternama di Jepang. Namun setelah dewasa, Kagawa menjadi seorang penginjil besar yang membaktikan seluruh hidupnya membela orang yang miskin dan tertindas. Sejak masih di sekolah menengah, Kagawa sudah hafal seluruh khotbah Yesus di bukit ([Mat 5-7). Ia sangat terpukau oleh diri dan ajaran Yesus. Dalam doanya, ia berkata, "Jadikan aku seperti Kristus". Ketika di perguruan tinggi, dalam 2 tahun ia membaca semua buku yang ada di perpustakaan. Sejak usia 21 tahun ia memutuskan untuk melayani orang-orang miskin di kawasan kumuh Shinkawa. Ia memiliki harta benda yang paling berharga di antara benda-benda lain dalam gubuknya. Harta benda Kagawa yang paling berharga di gubuk ini adalah rak buku yang terbuat dari kayu kasar bekas peti kaleng minyak. Di rak ini terdapat buku-buku teologi, sastra, ekonomi dan psikologi karya penulis kelas wahid. Pagi-pagi sekali Kagawa sudah membaca dan bersaat teduh. Ia menulis, "Doa dini hari, ditemani bintang pagi, membawa berkat yang paling agung bagi jiwa. Yesus juga senang pada saat-saat sebelum fajar. Semoga aku tetap jadi putra fajar." Malam hari Kagawa membaca lagi. Ia berkata, "Tidak ada kesenangan yang dapat dibandingkan dengan yang ini: saat kita sendirian, hanya ditemani oleh cahaya yang tenang, menikmati sebuah buku sampai jauh malam…dalam kesunyian bercakap-cakap dengan pengarang kesayangan."
Ada begitu banyak alasan mengapa kita perlu, kudu, musti, harus membaca buku dan terlebih lagi membaca Alkitab dalam waktu teduh kita. Namun tidak ada satu alasan pun yang dapat membuat kita merasa tidak butuh membaca buku (dan Alkitab) atau menjadikan kita malas dan lupa bersaat teduh. Toyohiko Kagawa sudah menjalankan kedua kebiasaan itu secara bersama-sama dalam hari-hari hidupnya sejak ia masih muda. Kedua kebiasaan itu sudah menjadi pola hidup Kagawa. Apakah kita juga sudah menjadikan kedua kebiasaan ini bagian dari hidup kita juga? Jikalau belum, mari kita sama-sama memulainya hari ini.

“Sementara itu sampai aku datang bertekunlah dalam membaca kitab-kitab suci…”
(I Timotius 4:13)

"Segala tulisan yangdiilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran"
(II Timotius 3:16)



David

Tidak ada komentar: